Foto: Dugaan Bagi Uang dalam Kampanye Pilkada di Siak. Alexsander Yandra: "Jika Benar, Sanksi Diskualifikasi Bisa Direkomendasikan".
INVESTIGASNEWS.CO
RIAU - Adanya video ibu-ibu dengan atribut baju Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Siak nomor urut 3 memamerkan uang Rp100 ribu masih mengundang tanda tanya karena belum adanya keterangan apalagi tindakan dari Badan Pengawas Pemilu Umum (Bawaslu) Kabupaten Siak.
Padahal politik uang dalam kampanye adalah suatu pelanggaran pidana yang secara eksplisit diatur dalam Pasal 523 Undang-Undang Pemilu. Pemberian uang untuk memengaruhi pemilih merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman berat.
Pengamat Politik dari Universitas Lancang Kuning Riau Alexsander Yandra, S.IP, M.Si, turut angkat bicara dalam kasus ini. Menurutnya video yang menampilkan ibu-ibu berbaju Alfedri-Husni memamerkan uang Rp100 ribu patut diselidiki sebagai alat bukti awal oleh Bawaslu Siak.
"Bawaslu harus segera melakukan pengumpulan bukti dengan segera memvalidasi video yang beredar melalui klarifikasi dengan saksi dan pelaku. Lalu Melakukan fact-finding di lokasi kejadian dan mendokumentasikan semua bukti pendukung," ujarnya ketika diwawancarai, Kamis (21/11/2024).
Selanjutnya harus juga dilakukan Investigasi Formal melibatkan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk memproses dugaan tindak pidana ini secara hukum.
Hal ini untuk memastikan pihak yang terlibat, termasuk tim kampanye, bertanggung jawab secara hukum.
"Jika terbukti, sanksi berat seperti diskualifikasi pasangan calon dapat direkomendasikan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bawaslu dan UU Pemilu," ungkapnya.
Dia menyampaikan jika tidak ada tindakan tegas, praktik politik uang akan menjadi preseden buruk, menciptakan lingkungan politik lokal yang semakin permisif terhadap korupsi elektoral. Untuk itu Bawaslu harus aktif mengedukasi masyarakat tentang bahaya politik uang melalui berbagai media dan forum publik.
"Pemberian uang seperti ini berpotensi menciptakan ketergantungan dan mencoreng integritas pemilu, menurunkan kepercayaan masyarakat pada sistem pemilihan," ucapnya.
Fenomena ini lanjutnya mencerminkan tiga tantangan utama dalam demokrasi lokal. Pertama pelanggaran etika politik dengan pembagian uang tidak hanya melanggar aturan. Kedua lemahnya regulasi dan penegakan hukum. Bawaslu dan aparat penegak hukum harus bertindak cepat dan tegas agar tidak terjadi pembiaran.
Ketiga rendahnya pendidikan politik di mana kampanye berbasis manipulasi ekonomi menunjukkan urgensi meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak politiknya. Alexander menyarankan adamya reformasi regulasi kampanye di tingkat lokal untuk menutup celah politik transaksional.
Perlu juga penguatan kapasitas Bawaslu dalam memantau dan menindak pelanggaran selama masa kampanye. Peningkatan pendidikan politik untuk membangun kesadaran pemilih yang independen dan rasional.
"Demokrasi yang sehat hanya dapat tumbuh jika semua pihak, termasuk kandidat, penyelenggara pemilu, dan masyarakat, mematuhi etika politik dan hukum yang berlaku," tutupnya.***m.d
Liputan Khusus INVESTIGASNEWS.CO